(ENDE-MenitNusantara.Com) Perkara tanah ahli waris Raja Pius Rasi Wangge dengan obyek sengketa tanah seluas kurang lebih 11 hektar di Dusun Watugana dan Koanara, di Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende yang saat ini digugat oleh Ir. Aloysius Wangge (ahli waris Pius Rasi Wangge) kini sudah mulai masuk pada tahapan putusan yang akan dilakukan tanggal 19 Januari 2023 mendatang di Pengadilan Negeri Ende.
Kuasa hukum dari penggugat Ir. Aloysius Wangge dari Kantor Hukum Sunjono PS dan Rekan berharap agar majelis hakim yang akan memimpin sidang perkara tersebut untuk dapat memutuskan perkara tersebut seadil-adilnya.
Dalam konferensi pers melalui meet.google.com pada, Selasa 17 Januari 2023 sore, Kuasa Hukum dari Aloysius Wangge yang beranggotakan Sundjono, Antonius Eliseus Rasi, dan Benny Meliaky Hutagalung berharap kepada majelis hakim bahwa putusan atas perkara tersebut mencerminkan rasa keadilan.
Benny Meliaky Hutagalung dalam keterangannya menjelaskan bahwa, kasus tersebut bermula ketika pada tahun 1919, Raja Pius Rasi Wangge menemui tiga tokoh adat Tanah Moni yakni Wele Watu selaku Mosalaki Ria Bewa Ine Ema Tanah Moni, Kaki Baku selaku mosalaki Ria Bewa Watugana, dan Dadi Kabu selaku mosalaki kolu Watugana.
Setelah Raja Pius Rasi Wangge bertemu dengan ketiga tokoh adat Tanah Moni tersebut, maka terjadi kesepakatan bahwa almarhum Raja Pius Rasi Wangge diberi hak untuk menguasai sebidang tanah yang masih berupa hutan belantara seluas kurang lebih 11 hektar untuk dibuatkan tanah persawahan.
Sebagai imbalan jasa, Raja Pus Rasi Wangge dengan didampingi pamannya bernama Dule Mbete menyerahkan kepada ketiga toko adat Tanah Moni tersebut sesuai dengan adat kebiasaan di Tana Moni berupa emas tiga liwut (12 buah), seekor kerbau, dan uang senilai 10.000 gulden.
Dalam perjalanannya, almarhum Raja Pius Rasi Wangge wafat pada tahun 1947, kemudian diwariskan kepada anak kandungnya bernama Maria Rasi Wangge. Selama masa hidupnya Raja Pius Rasi Wangge, tidak ada pihak lain yang menggugat atau menuntut tanah obyek sengketa dengan alasan hak milik leluhurnya.
Meski begitu, pada 10 Oktober 1977, sejumlah penggugat diantaranya Danil, Balu, Laka Lopi, Wesa Mburu, Nggere Nusa, Rika Mbula, Tinus Seko, Dele Balu, Leksi Rai, Songga Saka, Kalo Seru, Delu Make, Josep Bata Ratu melakukan gugatan yang terdaftar di Kepanitraan Pengadilan Negeri Ende Nomor 16/PN.END/Pdt/1977 terhadap Maria Rasi Wangge (ibu kandung penggugat) atas tanah tersebut.
Gugatan dari penggugat ditolak berdasarkan putusan Pengadilan
Tinggi Kupang dengan Nomor: 92/PDT/1996/PTK tanggal 06 Maret 1997 jo Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2604 K/PDT/1997 jo Putusan
Mahkamah Agung Nomor: 249 PKIPDT/2001 tanggal 03 Maret
2004, yang berbunyi: Akibat hukumnya, terbukti menurut hukum bahwa Objek Perkara cq. Tanah Detu Kombo yang terletak di Dusun Watugana dan Dusun Koanara, di Kecamatan Kelimutu,
Kabupaten Ende adalah hak milik atau harta peninggalan Raja Pius Rasi Wangge.
Selang beberapa tahun kemudian tepatnya pada tanggal 26 Januari 1996, perkara dengan obyek yang sama kemudian digugat oleh Maria Gaa, Benediktus Noa, Paulus Sega (Keluarga Tergugat Perkara No.18/Pdt.G/2022PN.Ende) yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Ende Nomor: 01/Pdt.G/1996/PN.Ende.
“Mereka menggugat Maria Rasi Wangge (Almarhum yang merupakan lbunda penggugat No.18/Pdt.G/2022/PN.Ende),” jelasnya.
Dalam putusannya, terang Benny, gugatan penggugat ditolak berdasar Putusan Pengadilan Negeri jo Putusan Pengadilan Tinggi jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Akibat hukumnya terbukti menurut Hukum bahwa Objek Perkara
cq. Tanah Detu Kombo yang terletak di Dusun Watugana dan Dusun Koanara, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende adalah hak milik/ harta peninggalan Raja Pius Rasi Wangge (Penggugat Perkara No. 18/Pdt.G/2022/PN.Ende DIMENANGKAN).
Kemudian, berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ende Nomor: 7/Pdt.G/2018/PN.Ende tanggal 13 Agustus 2018 jo Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor: 150/PDT/2018/PT.Kpg jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 241 KIPDT/2020 tanggal 24 Februari 2021 jo Putusan Mahkamah
Agung Nomor 937 PK/PDT/2021 Tanggal 24 Februari 2021, para pihak diantaranya Martinus Tolo, HM Said Hamid, Wilhelmus Ngaku menggugat Fransiskus Wangge.
Dalam sengketa ketiga ini, gugatan penggugat dikabulkan jo Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor: 150/PDT/2018/PT.Kpg jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 241 KPDT/2020 tanggal 24 Februari 2021 jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 937 PK/PDT/2021 Tanggal 24 Februari 2021, selanjutnya terhitung sejak tanggal 26 Januari 2022 obyek tanah
obyek sengketa fisiknya dikuasai oleh penggugat Martinus Tolo, HM Said Hamid, dan Wilhelmus Ngaku.
Selanjutnya, tambah Benny, untuk memulihkan hak /harta peninggalan almarhum Raja Pius Rasi Wangge yang saat ini dikuasai oleh para penggugat tersebut, pemohon mengajukan surat gugatan baru yang saat ini terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Ende dengan Register Nomor: 18/Pdt.G/2022/PN.Ende dengan penggugat Ir. Aloysius Rasi Wangge yang merupakan ahli waris Raja Pius Rasi Wangge.
Kliennya, melayangkan ggugatan kepada Martinus Tolo (ahli warisnya Maria Anggalina Nggalo), HM Said Hamid, dan Wilhelmus Ngaku (Dalam Putusan Pengadilan Negeri Ende Nomor 7/Pdt.G/2018/PN.Ende sebagai Penggugat I, II, III) karena sejumlah alasan diantaranya bahwa alasan hukum Penggugat di Surat Gugatan Penggugat terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Ende Nomor: 18/Pdt.G/2022/PN.Ende adalah pertama bukti Penggugat (di perkara a quo sebagai Tergugat l,,) oleh karena Bukti P-1 sd P-5 tersebut merupakan tulisan atau surat yang dibuat olen Tergugat I cq. MARTINUS TOLO, Saksi ROFINUS DALA dan Saksi PEIRUS MBABHO, Tergugat IV dibuat tanpa perantaraan seorang Pegawai Umum berdasarkan Pasal 1874 KUH Perdata termasuk akta dibawah tangan.
“Berdasarkan Pasal 1868 KUH perdata dan Pasal 1870 KUH Perdata Bukti P1 sd P -4 tersebut bukan akta otentik tetapi akta dibawah tangan yang merupakan suatu bukti yang sempurna, akibat hukumnya adalah tidak terbukti dan tidak benar bahwa tergugat Martinus Tolo, HM Said Hamid, dan Wilhelmus Ngaku sebagai ahli waris leluhurnya yang bernama Rega Lombo dan neneknya yang bernama Kaki Kabu,” ujarnya.
Kedua, jelas Benny, keterangan saksi Rofinus Dala dan Petrus Mbabho yang menerangkan bahwa Almarhum Raja Pius pinjam pakai tanah yang menjadi obyek sengketa dari leluhurnya Rega Lombo dan katanya dari Neneknya Kaki Kabu berdasarkan informasi keterangan dari bapaknya atau orang lain, hal tersebut berdasarkan Pasal 1907 KUH Perdata merupakan keterangan yang tidak langsung disebut testimonium de auditu.
“Akibat hukumnya tidak terbukti dan tidak benar bahwa almarhum Raja Pius Rasi Wangge pinjam pakai tanah obyek sengketa dari leluhurnya bernama Rega Lambo maupun dari neneknya bernama Kaki Kabu,” jelasnya.
Benny mengatakan bahwa, pemohon sangat keberatan apabila tergugat I, II, dan II atau siapapun mengajukan pemohonan hak berupa sertifikat hak milik atau berupa sertifikat hak guna bangunan dan hak-hak lainnya dengan obyek data fisik dan data yuridisnya
adalah sebidang tanah seluas 11 hektar di Dusun Watugana dan Dusun Koanara, Kecamatan Kelimutu Kabupaten Ende pada hakekatnya adalah hak milikI/ harta peninggalan Almarhum Raja Pius Rasi Wangge.
Sehubungan dengan alasan yang diuraikan pemohon diatas, perkenankan oleh karena sebidang tanah Hak milik / Harta Peninggalan almarhum Raja Pius Rasi Wangge tersebut pada saat ini menjadi obyek sengketa terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Ende Nomor: 18/Pdt.G/2022/PN.Ende maka berdasarkan Pasal 19, 23, 30 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, pemohon mohon agar kiranya Kantor Pertanahan Kabupaten Ende untuk memblokir dan menolak apabila tergugat I, II, III atau siapapun yang juga mengajukan permohonan Hak berupa Sertipikat Hak Milik Hak Guna Bangunan atau hak-hak lainnya dengan obyek sebidang tanah tersebut.
Sementara itu, penasihat hukum ahli waria Raja Pius Rasi Wangge lainnya, Antonius Eliseus Rasi menambahkan bahwa, saat ini, perkara kasus tersebut sudah masuk dalam tahap putusan yang akan disidangkan oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Ende.
Untuk itu, pihaknya mendukung dan menyerahkan sepenuhnya sidang putusan perkara tersebut kepada majelis hakim. Sebab pihaknya sangat percaya hakim-hakim yang nantinya akan menyidangkan perkara tersebut memiliki integritas yang tinggi dan putusan yang dihasilkan dapat mencerminkan rasa keadilan.
“Kalau tidak, maka kami akan mengajukan banding perkara tersebut dan mengadukan kinerja hakim yang menyidangkan perkara ini ke bagian pengawasan Mahkamah Agung. Tapi kita sangat percaya bahwa majelis hakim yang akan pimpin sidang nanti, mereka adalah hakim-hakim terbaik yang berintegritas,” ungkapnya.